Pendahuluan
Sejak awal tahun 2020, hampir seluruh negara di dunia mengalami permasalahan yang sama, yaitu Pandemi Covid-19. Saat ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami pandemi paling parah. Pandemi yang sudah terjadi selama kurang lebih satu tahun ini menyebabkan berbagai aspek dalam kehidupan manusia, seperti politik, sosial, dan ekonomi menjadi terganggu sehingga wabah Pandemi Covid-19 dinyatakan sebagai wabah nasional. Permasalahan politik yang terjadi akibat pandemi ini adalah munculnya potensi krisis kepercayaan antara rakyat dan pemerintah. Salah satu imbasnya berdampak pada pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 yang sempat mengalami penundaan, dimana jadwal awal pada 23 September 2020 kemudian diubah menjadi 9 Desember 2020. Kehidupan sosial masyarakat juga mengalami perubahan sejak adanya pandemi Covid-19. Semua kegiatan masyarakat termasuk bekerja, belajar dan beribadah dilakukan di rumah. Gaya hidup baru ini membuat interaksi antar masyarakat tidak dilakukan secara langsung atau tatap muka, tetapi hanya menggunakan platform video conference, seperti zoom app dan google meet. Sedangkan dalam bidang ekonomi banyak sekali masyarakat yang kehilangan pekerjaannya. Hal tersebut berdampak pada menurunnya pendapatan keluarga sehingga kebutuhan sehari-hari menjadi tidak tercukupi. Keadaan ini menimbulkan beragam persepsi terhadap setiap upaya pemerintah dalam rangka mengatasi pandemi ini, termasuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Berkaitan dengan hal tersebut, munculnya banyak berita hoax di berbagai media juga menjadi kendala pemerintah dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19. Berita hoax ini banyak beredar pada kurun waktu November 2020 sampai dengan Januari 2021. Banyak sekali informasi tidak benar yang beredar di masyarakat mengenai pelaksanaan vaksinasi covid-19, seperti vaksin yang diduga tidak halal dan menimbulkan efek samping yang justru berbahaya bagi kesehatan. Situasi ini menyebabkan masyarakat melakukan penolakan terhadap vaksin Covid-19.
Pokok Permasalahan
- Vaksinasi Covid-19: Hak atau Kewajiban?
- Penolakan Vaksinasi Covid-19 oleh Masyarakat
- Analisis Percepatan Penyebaran Vaksin Dengan Perbaikan Ekonomi Nasional
Pembahasan
Kondisi Pandemi Covid-19 di Indonesia masih tergolong buruk. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya positivity rate yang masih mencapai dua belas persen per minggunya atau lebih tinggi dari standar WHO yakni 5 persen (Krisiandi, 2021). Salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia sulit untuk keluar dari pandemi ini adalah begitu banyak propaganda atau hoax di masyarakat yang menyebabkan keresahan. Hoax yang beredar mengatakan bahwa vaksin tidak halal dan berbahaya bagi kesehatan. Hal ini yang membuat masyarakat melakukan penolakan terhadap vaksin. Ditambah dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 yang mewajibkan masyakat untuk membayar denda jika menolak vaksin. Hal ini membuat masyarakat semakin bersikap antipati terhadap vaksin. Padahal dengan adanya vaksinasi Covid-19 pemerintah berharap masyarakat akan dengan mudah menerimanya karena masyarakatpun ingin keadaannya cepat kembali pulih dan aktivitas dapat berjalan dengan normal.
Penolakan dan sikap antipati yang dimiliki masyarakat akan membuat mereka tidak peduli lagi dengan vaksin. Pemerintah sudah berusaha keras untuk mendatangkan vaksin dan memberikannya secara gratis, tetapi tetap saja ditolak oleh masyarakat. Jika dibiarkan terjadi hal tersebut akan berimplikasi kepada terus meningkatnya kasus positif Covid-19. Tentunya hal ini akan sangat menyulitkan pemerintah. Segala usaha yang dilakukan pemerintah seolah sia-sia. Semua usaha yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan membawa dampak positif jika tidak mendapat dukungan dari rakyat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Salah satu yang diatur dalam Permenkes tersebut adalah mengenai program vaksin mandiri atau vaksin gotong royong. Permenkes itu terbit untuk menggantikan Permenkes RI No. 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Adapun alasan regulasi yang dirilis pada tahun 2020 itu digantikan karena dinilai tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum untuk mendukung program vaksinasi Covid-19. Pada Pasal 1 Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 itu termuat definisi mengenai vaksinasi gotong-royong. Hal ini sebelumnya tidak termuat pada Permenkes No. 84/2020. Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Presiden No.14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Perpres ini berisi perubahan mengenai beberapa ketentuan terkait pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pengadaan vaksin, kejadian ikutan pasca pelaksanaan vaksinasi, dan pembayaran uang di muka atau uang muka untuk penyediaan vaksin.
November tahun 2020 lalu Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta mengesahkan aturan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019. Pasal 30 dalam Perdaprov DKI Jakarta tersebut memicu polemik dalam masyarakat karena seakan membebani kewajiban kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Pasal tersebut mewajibkan seseorang untuk membayar denda sebesar Rp 5.000.000 jika dengan sengaja melakukan penolakan pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Padahal sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara sehingga vaksinasi Covid-19 seharusnya tidak bisa dilaksanakan secara paksaan. Setiap warga negara pada dasarnya memiliki hak untuk menerima atau menolak vaksin. Dengan adanya frasa “hak” maka tidak seharusnya ada sanksi yang diberikan. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang merupakan turunan dari UUD NRI 1945 juga tidak memuat pasal yang mengatur dengan tegas mengenai pemberian vaksinasi sebagai bagian dari kewajiban. UU ini hanya mengatur vaksin sebagai tindakan kesehatan kekarantinaan, artinya tidak ada frasa yang tegas mengatakan bahwa vaksin itu merupakan suatu kewajiban (Indra Wicaksono, 2021).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyarankan agar negara-negara anggota tidak mewajibkan warganya diberi vaksin COVID-19. Alih-alih mewajibkan, WHO menyarankan agar pemerintah terus mempromosikan mengenai manfaat vaksin kepada publik. Cara itu dinilai lebih efektif sehingga warga bersedia divaksinasi. Mewajibkan warga negara agar mau divaksin justru akan menjadi bumerang dan bersikap antipati terhadap vaksin Covid-19. Kita dapat menjadikan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai landasan berpikir dalam tertib perundang-undangan. Jika mengacu pada UU tersebut maka dapat diketahui bahwa berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia secara formil posisi Perdaprov DKI Jakarta No.2 Tahun 2020 berada dibawah UUD 1945. Oleh karena itu, secara materil muatan materi yang diatur dalam Perdaprov DKI Jakarta tersebut tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian akan terjadi keserasian diantara hierarki aturan hukum dan tidak melanggar hak konstitusional warga negara (Santi Dewi, 2020). Jadi, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari hak pelayanan kesehatan setiap warga negara. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 30 Perdaprov DKI Jakarta No.2 Tahun 2020 tidak dapat dibenarkan.
Terdapat beberapa alasan mengapa masyarakat melakukan penolakan terhadap vaksinasi Covid-19. Pertama, Vaksin Covid-19 diduga tidak halal. Secara fundamental, mengenai vaksin sendiri tidak secara terperinci diatur dalam Alquran maupun Sunnah Nabi. Oleh karena itu, para ulama berijtihad mengenai hal ini. Hasilnya pada hari Jumat, 8 Januari 2021, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa Vaksin Covid-19 produk Sinovac bersifat halal dan suci. Sementara itu, Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin, menuturkan bahwa keberadaan vaksin Covid-19 sejalan dengan syariat Islam dan hadis Nabi Muhammad SAW. Pengadaan itu disebut sebagai bentuk upaya ikhtiar mencegah penyakit. Kedua, Vaksin Covid-19 diduga membahayakan kesehatan. Ditengah kesimpangsiuran informasi terkait dengan vaksin Covid-19, muncul banyak berita hoax yang mengatakan bahwa vaksin Covid-19 mengandung bahan berbahaya, seperti boraks, formalin, bahkan dibuat dari janin bayi laki-laki. Adapun hoax tentang efek sampingnya adalah kematian, kemandulan, dan memperbesar alat kelamin pria. Hal ini menjadi dasar atas munculnya rasa takut dalam masyarakat sehingga melakukan penolakan terhadap vaksin Covid-19.
Penerapan kebijakan new normal yang membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial, dan kegiatan publik membuat perekonomian di Indonesia mulai tumbuh kembali. Pada tahun 2020 lalu, Mohamad Ikhsan Modjo dari Universitas Binus melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perekonomian di Indonesia tumbuh kembali di masa pandemi. Ternyata hasil dari penelitian tersebut juga mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah kebijakan new normal. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan normal baru, pemerintah menambah anggaran penanganan pandemi Covid-19 hingga Rp 677,2 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 589,65 triliun ditujukan untuk pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diantaranya untuk bantuan perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, intensif perpajakan Rp 123,01 triliun, restrukturisasi UMKM dan padat karya Rp 8,2 triliun serta subsidi bunga Rp 35,28 triliun. Dengan adanya penambahan anggaran, maka defisit anggaran juga diperlebar menjadi 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 1.039,2 triliun (Pingit Aria, 2020). Meskipun harus mengikuti standar atau protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, berbagai sentimen dalam masyarakat seperti pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dan kebijakan stimulus oleh pemerintah menyebabkan menguatnya iklim investasi Indonesia yang berpengaruh pada meningkatnya harga saham IHSG. Berdasarkan hasil dari sentiment analysis yang dilakukan Politeknik Statistika STIS melalui media sosial Twitter, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih banyak memberikan respon yang bersentimen positif terhadap vaksin COVID-19 dibandingkan dengan respon yang bersentimen negatif. Kata-kata bersentimen yang diutarakan juga cenderung lebih banyak menghasilkan kata yang bersentimen positif dibanding kata yang bersentimen negatif (Fajar Fathur Rachman dan Setia Pramana, 2020). Disamping itu, Berputarnya roda perekonomian dengan dibukanya beberapa pusat aktivitas ekonomi akan membawa angin segar untuk ekonomi Indonesia yang lebih baik.
Kesimpulan
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara sehingga vaksinasi Covid-19 seharusnya tidak bisa dilaksanakan secara paksaan. Penolakan vaksinasi Covid-19 oleh masyarakat disebabkan karena beredarnya hoax yang mengatakan bahwa vaksin Covid-19 tidak halal dan membahayakan kesehatan. Padahal hal ini sudah diklarifikasi oleh MUI dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin. Vaksin tidak hanya melindungi mereka yang divaksinasi tetapi juga masyarakat luas dengan mengurangi penyebaran penyakit dalam populasi. Pelaksanaan dari vaksinasi Covid-19 juga berdampak pada perbaikan ekonomi nasional. Hal ini berkaitan dengan diterapkannya kebijakan new normal yang membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial, dan kegiatan publik. Pemerintah juga sudah menambah anggaran pandemi Covid-19. Meskipun harus mengikuti standar atau protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, berbagai sentimen positif dari masyarakat seperti pelaksaaan vaksinasi Covid-19 dan kebijakan stimulus oleh pemerintah menyebabkan menguatnya iklim investasi Indonesia sehingga akan membawa angin segar untuk ekonomi Indonesia yang lebih baik.