Polemik Vaksin dalam Negeri: Bentuk Pelayanan Kesehatan atau Tindak Impulsif Semata?

Share This Post

Pendahuluan

Pada akhir 2019, di Kota Wuhan muncul virus baru yang disebut dengan COVID-19. Hal ini menyebabkan sebuah tantangan kesehatan mendadak yang harus dihadapi oleh negara. Sebab kemunculannya yang tidak diperkirakan dan cepatnya virus ini dapat mewabah reaksi spontan yang dihasilkan adalah ketidaksiapan dari banyak negara.

Pada awalnya, pemerintah Indonesia tidak menganggap virus ini sebagai sesuatu yang serius. Hal ini dilihat dari beberapa kali terlontar pernyataan yang menyepelekan keberadaan COVID-19 ini, menganggapnya sebagai candaan hingga lupa banyak hal yang harus dipersiapkan sebelumnya. Tanggal 2 Maret 2020, 2 kasus pertama COVID-19 di Indonesia dilaporkan (WHO, 2020). Situasi menjadi di luar kendali, ketiadaan pengamanan persediaan hand-sanitizer dan masker pada saat itu menimbulkan banyaknya masyarakat yang menimbun keduanya. Memang betul di saat kondisi seperti ini resah bukanlah sebuah solusi, tetapi seharusnya saat itu pemerintah mengerti bahwa keresahan rakyat ini juga bersumber kepada ketidakjelasan persiapan yang ada.

Hingga pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) menyatakan secara resmi COVID-19 dapat dikarakterisasikan sebagai pandemi. Pernyataan ini didasari oleh meningkatnya jumlah kasus dari COVID-19 sebanyak tiga belas kali lipat di luar China dan jumlah negara yang terkena sudah naik tiga kali lipat dari sebelumnya (WHO, 2020). Pandemi ini tidak hanya berdampak kepada sektor kesehatan, tetapi juga kepada sektor ekonomi dan sosial. Pada bulan April 2020, untuk pertama kalinya dalam sejarah, harga minyak West Texas International (WTI) menyentuh angka minus untuk per barelnya (BBC, 2020). Hal ini berkaitan erat dengan fakta sosial bahwa dengan adanya stay at home untuk mencegah penularan juga menyebabkan berkurangnya penggunaan kendaraan bermotor untuk bepergian.

Seiring berjalannya waktu, penanganan banyak negara terhadap pandemi ini pun kian membaik. Dimulai dari adaptasi terhadap penanganan, hingga kini sudah mencapai tahap pemberian vaksin kepada masyarakat. Kebanyakan vaksin yang sudah disetujui, walau setidaknya hanya untuk penggunaan jangka pendek, dikepalai oleh beberapa negara. Negara tersebut adalah China, Russia, dan Amerika Serikat. (Felter dkk., 2021). Dalam hal upaya vaksinasi terdapat dua negara yang dapat dianggap ‘memimpin’, dua negara tersebut adalah Israel dan Uni Emirat Arab (Felter, 2021).

Per April 2021, di Indonesia telah terdapat 1,5 juta kasus COVID-19 yang terkonfirmasi. Sedangkan dalam hal vaksinasi sudah 9,3 juta orang telah mendapat vaksinasi pertama dan 4,6 juta orang yang telah mendapat vaksinasi kedua (KPCPEN, 2021). Terdapat lima jenis vaksin yang akan digunakan di Indonesia, yaitu Sinovac, Novavax, AstraZeneca, Pfizer, dan COVAX (Anwar, 2021). Kelima vaksin tersebut merupakan buatan luar negeri, hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri. Apakah krusial bagi Indonesia untuk membuat vaksin nasional?

Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai urgensi pembuatan vaksin nasional, lebih spesifik dikenal dengan nama Vaksin Nusantara. Selanjutnya setelah pendahuluan akan terdapat tiga sub-topik pembahasan. Sub-topik pertama akan membahas mengenai hak jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilanjutkan dengan sub-topik kedua yang akan membahas progres vaksinasi di Indonesia, dalam hal kebijakan dan perkembangan terkini. Sub-topik terakhir akan membahas mengenai seberapa genting bagi Indonesia untuk mengembangkan vaksinnya sendiri, lalu menilai kesiapan Indonesia dalam hal tersebut. Lalu, artikel ini akan ditutup dengan kesimpulan dari ketiga sub-topik di atas.

Penjaminan Hak akan Kesehatan di Indonesia

Penjaminan kesehatan merupakan sebuah hak asasi manusia dasar yang harus dipenuhi oleh negara untuk rakyatnya. Secara internasional hal ini diatur oleh Artikel 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang berbunyi,

Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control.” (The United Nations, 1948)

 

Sebagai negara yang sudah meratifikasi deklarasi ini, tentu timbul sebuah kewajiban atas penjaminan pelayanan kesehatan terhadap rakyatnya. Terlebih lagi secara nasional jaminan atas kesehatan ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi,

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” (Undang-Undang Dasar 1945, 1945)

 

Secara spesialis, hak atas kesehatan ini diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Adanya berbagai landasan hukum ini sudah sepatutnya menjadi jaminan untuk pemenuhan hak akan pelayanan kesehatan yang layak dan setara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada awal pandemi, eskalasi kasus COVID-19 yang terus menanjak naik yang disertai dengan kurangnya persiapan membuat pelayanan yang diberikan tidaklah maksimal. Adanya permintaan yang tinggi yang tidak diimbangi oleh penawaran yang setara membuat kelimpungan dalam pemberian pelayanan. Di mulai sejak awal pandemi para tenaga kesehatan mengalami kekurangan alat pelindung diri (APD). Di Nusa Tenggara Barat para tenaga kesehatan (nakes) terpaksa menggunakan jas hujan dan kacamata las sebagai pengganti APD (Rachmawati, 2020). Para nakes ini tidak memiliki materi yang seharusnya digunakan untuk melindungi diri mereka saat bertugas. Kondisi ini menunjukkan bahwa hak atas kesehatan mereka sedang berada di ujung tanduk (Amnesty Indonesia, 2020).

 Kenyataannya setahun pasca COVID-19 muncul di Indonesia, permasalahan pelayanan masih dialami. Perwakilan dari Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) menyatakan bahwa di tengah peningkatan pasien COVID-19, tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas yang memadai yang menyebabkan pelayangan kesehatan tidak maksimal. Menurut data yang dimiliki PERSI dari sekitar 2.900 rumah sakit yang ada di Indonesia hanya 490 rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap, seperti ventilator dengan isolasi (Tambunan, 2021).

Namun, adanya kekurangan ini tidaklah berarti pemerintah Indonesia belum melakukan tindakan apapun. Misal dalam menanggapi adanya kekurangan masker pada awal Maret 2020, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa BUMN sektor farmasi akan memproduksi 4,7 juta masker yang akan tersedia pada akhir Maret di tahun yang sama (CNN Indonesia, 2020). Lalu untuk mempermudah masyarakat mengecek ketersediaan tempat tidur COVID-19, kini sudah ada Sistem Informasi Rawat Inap Rumah Sakit (Siranap RS). Layanan informasi ini disediakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam bentuk aplikasi dan situs daring. Tidak dapat dipungkiri bahwa layanan informasi ini akan mempermudah masyarakat untuk mencari ketersediaan rumah sakit untuk COVID-19. Hingga kini, Indonesia sudah sampai titik untuk memberikan vaksinasi untuk rakyatnya

Pada hakekatnya Indonesia memiliki kewajiban pemenuhan layanan kesehatan bagi rakyatnya, seperti apa yang terkandung pada DUHAM yang telah diratifikasi dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi. Pandemi COVID-19 ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk memenuhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dibutuhkan usaha dan evaluasi terus-menerus mengenai program kerja yang telah dilakukan untuk menciptakan sebuah kemajuan. Hal ini untuk mencapai tujuan pelayanan kesehatan yang maksimal dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

Program Vaksinasi di Indonesia

Upaya penanganan COVID-19 kini sudah sampai tahap pemberian vaksinasi kepada publik. Adanya pengembangan beberapa vaksin dengan pesat bukanlah sebuah hal yang pernah terjadi sebelumnya, dalam kondisi normal prosesnya memakan waktu delapan hingga sepuluh tahun (Felter dkk., 2021). Percepatan ini terjadi atas dorongan untuk menyediakan sebuah penanggulangan atas pandemi yang terjadi. Para peneliti melakukan beberapa tahapan secara bersamaan untuk menyingkat proses pembuatan, selain itu para peneliti mencoba mengembangkan metode baru pembuatan vaksin yaitu dengan vaksin berbasis DNA dan RNA (Felter dkk., 2021).

Tantangan yang muncul setelah pengembangan vaksin telah dilakukan adalah proses pendistribusian vaksin agar dapat terjangkau kepada seluruh rakyat, menekankan juga prioritas bagi kelompok yang rentan (Hafner dkk., 2020). Secara umum memang negara yang lebih makmurlah yang lebih dapat mengembangkan dan mendistribusikan vaksin terlebih dahulu. Negara-negara ini lah yang pada akhirnya memimpin usaha vaksinasi dalam lingkup internasional. Sedangkan, negara dengan pendapatan yang lebih rendah kini hanya bisa menunggu penawaran vaksin kembali untuk melaksanakan vaksinasi pada negaranya (Felter, 2021). Hal ini tentu saja memiliki pengaruh kepada Indonesia.  

Per April 2021, pemerintah Indonesia telah memberikan 14,1 juta dosis vaksin dengan total 4,7 juta orang yang sudah mendapat vaksinasi lengkap. Dengan ini sekitar 3,43% dari total populasi Indonesia setidaknya telah mendapatkan suntikan pertama vaksin mereka (Our World in Data, 2021). Program vaksinasi ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19). Namun, perjalanan vaksinasi di Indonesia sendiri tidak dapat dikategorikan berada di ‘jalan yang mulus’. Sebelumnya, telah timbul beberapa permasalahan mengenai program vaksinasi yang akan dijalankan.

Salah satu hal yang terjadi adalah timbulnya pertanyaan dari masyarakat luas tentang keputusan pemerintah untuk membeli banyak vaksin yang belum melewati uji klinis fase 3. Hal ini ditanggapi oleh Jokowi yang berkata bahwa, kini negara sedang berlomba untuk mendapatkan vaksin dengan cepat. Oleh karena itu, pemerintah tampak ‘tergesa-gesa’ dalam memperoleh vaksin. Namun, kendati demikian Jokowi meyakinkan bahwa vaksin tersebut baru akan diedarkan setelah melewati tahap uji klinis yang benar (Ihsanuddin, 2020). Hal ini mengkonfirmasi keterlibatan Indonesia pada ‘perang vaksin’ yang kini sedang terjadi.

Letak Indonesia kini pada ‘perang vaksin’ kini hanya sebatas konsumen, belum menjadi produsen vaksin (Idil Akbar, 2021). Ditambah dengan hingga kini seluruh vaksin yang dimiliki Indonesia masih berupa barang impor. Hal ini juga menjadikan bargaining power Indonesia pada ‘perang vaksin’ ini masih dapat dibilang cukup rendah. Pendapat lain yang ditimbulkan juga mengenai bagaimana impor vaksin ini dapat menimbulkan interdependensi kepada negara lain.

Polemik Pengembangan Vaksin dalam Negeri

Terdapat sebuah pendapat mengenai pentingnya Indonesia untuk mengembangkan vaksinnya sendiri atau vaksin dalam negeri. Pengembangan vaksin dalam negeri ini disebutkan sebagai jawaban untuk meloloskan diri dari embargo vaksin yang terjadi dan untuk menurunkan tingkat interdependensi terhadap negara lain (Ulung, 2021). Ditambah dengan kewajiban negara untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada rakyatnya, tentu ingin meloloskan diri dari kekurangan suplai vaksin yang terjadi sebab embargo yang dilakukan oleh negara lain. Pertanyaan utama yang harus dijawab kini adalah apakah vaksin dalam negri ini dapat menjadi solusi untuk independensi atau belum saatnya Indonesia melakukan demikian.

Kini terdapat dua vaksin dalam negeri yang marak dibicarakan, yaitu Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah-Putih. Pengembangan ini menuai kritisi dan apresiasi. Adapun kritik yang diterima dimulai dari kurangnya keterbukaan data dari Vaksin Nusantara ini sendiri. Tidak ada publikasi jurnal ilmiah mengenai vaksin ini bahkan saat sudah memasuki uji klinis tahap 2 (Dzulfaroh, 2021). Ditambah Vaksin Nusantara ini membuat klaim yang sangat besar, seperti dapat digunakan semua golongan dan antibodi seumur hidup, tetapi tidak disertai dengan data mendukung klaim tersebut. Kepala BPOM juga menegaskan bagaimana vaksin ini tidak memiliki data uji klinik yang lengkap, tidak sinkronnya lokasi penelitian dengan asal anggota komite etiknya, dan langsung melakukan uji klinis tahap satu pada manusia (Ulung, 2021).

Apresiasi banyak dikeluarkan oleh DPR. Mereka berucap bahwa vaksin dalam negeri ini akan menjadi jawaban atas embargo yang sedang berlangsung (Chaterine, 2021). Perlunya ada rangka kemandirian vaksin agar Indonesia dapat memenuhi pelayanan kesehatan mereka terhadap rakyat dan tidak bergantung kepada pihak luar. Bentuk apresiasi juga dilontarkan dengan notasi menggunakan dan mendukung produk lokal. Namun, bila produk lokal tersebut belum memenuhi standar klinis bukankah ini hanya akan menyalahi pelayanan kesehatan yang sebaik-baik mungkin.

Pembuatan vaksin dalam negeri merupakan sebuah upaya yang baik dalam menunjukkan kemandirian medis Indonesia dalam menghadapi pandemi. Dukungan penuh akan diberikan kepada vaksin yang akan dikembangkan, tetapi perlu diingat bahwa vaksin merupakan produk medis yang memerlukan penelitian dan basis saintifik yang kuat. Vaksin dalam negeri tidak bisa menjadi jawaban apabila hanya untuk sekadar pemenuhan ambisi semata. Dengan ini perlu lebih ada riset mendalam dan berbasis data dalam mengembangkan vaksin untuk menjamin pelayanan kesehatan yang maksimal bagi rakyat.

Kesimpulan

Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal bagi rakyatnya. Hal ini tertuang pada deklarasi internasional dan konstitusi nasional Indonesia. Pelayanan kesehatan ini menjadi sebuah tantangan besar di tengah pandemi COVID-19, tetapi kini negara-negara sudah mulai beradaptasi dan kini sampai pada tahap vaksinasi. Dengan seluruh negara mengalami dampak besar dari pandemi ini tentu ‘perang vaksin’ pun sesuatu yang tidak dapat dihindari. Adapun posisi Indonesia dalam hal ini hanya sebatas konsumen tanpa bargaining power yang besar.

Pengembangan vaksin dalam negeri merupakan sebuah inovasi yang patut diapresiasi. Namun, pengembangan tersebut harus diikuti dengan penelitian dan uji klinis yang tepat agar dapat digunakan untuk masyarakat luas. Untuk kini, pemerintah tidak seharusnya gegabah untuk melanjutkan tanpa memikirkan standar medis yang ada. Sebab, sejatinya negara harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal untuk rakyatnya.

 

Pustaka

Amnesty Indonesia. (2020, April 9). COVID-19 dan Hak Asasi Manusia. https://www.amnesty.id/covid-19-dan-hak-asasi-manusia/

Anwar, F. (2021, Januari). Update 5 Jenis Vaksin COVID-19 dan Harganya di Indonesia. detikHealth. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5349076/update-5-jenis-vaksin-covid-19-dan-harganya-di-indonesia

BBC News. US oil prices turn negative as demand dries up. (2020, April 20). BBC News. https://www.bbc.com/news/business-52350082

Chaterine, R. N. (2021, April 6). Pimpinan Komisi IX: Vaksin Dalam Negeri Jawaban dari Embargo Vaksin Covid-19. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/06/17485051/pimpinan-komisi-ix-vaksin-dalam-negeri-jawaban-dari-embargo-vaksin-covid-19

CNN Indonesia. (2020, Maret 20). Erick Thohir Siapkan 4,7 Juta Masker untuk Setop Corona. Ekonomi. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200320140742-92-485324/erick-thohir-siapkan-47-juta-masker-untuk-setop-corona

Dzulfaroh, A. N. (2021, Februari 20). Catatan Kritis soal Vaksin Covid-19 Nusantara. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/20/194500765/catatan-kritis-soal-vaksin-covid-19-nusantara

Felter, C. (2021). What to Know About the Global COVID-19 Vaccine Rollout So Far. Council on Foreign Relations; JSTOR. http://remote-lib.ui.ac.id:2063/stable/resrep29866

Felter, C., Bussemaker, N., Persaud, S., & Speier, M. (2021). A Guide to Global COVID-19 Vaccine Efforts. Council on Foreign Relations; JSTOR. http://remote-lib.ui.ac.id:2063/stable/resrep29817

Hafner, M., Yerushalmi, E., Fays, C., Dufresne, E., & van Stolk, C. (2020). The global economic cost of COVID-19 vaccine nationalism. RAND Corporation; JSTOR. http://remote-lib.ui.ac.id:2063/stable/resrep27756

Idil Akbar. (2021). VAKSINASI COVID 19 DAN KEBIJAKAN NEGARA : PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK. Jurnal Academia Praja, 4(1). https://doi.org/10.36859/jap.v4i1.374

Ihsanuddin. (2020, Oktober 26). Jokowi Jelaskan Alasan Pemerintah Beli Vaksin Covid-19 yang Belum Lolos Uji Klinis. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2020/10/26/15243391/jokowi-jelaskan-alasan-pemerintah-beli-vaksin-covid-19-yang-belum-lolos-uji

Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945.

Komisi Penanggulangan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). (2021). Data Vaksinasi COVID-19 (Update per 8 April 2021)—Berita Terkini. covid19.go.id. https://covid19.go.id/p/berita/data-vaksinasi-covid-19-update-8-april-2021

Rachmawati, F. (2020, Maret 27). Kekurangan APD, Tenaga Kesehatan di Daerah Ini Gunakan Kaca Mata Las, Jas Hujan Motif Polkadot Halaman all. KOMPAS.com. https://regional.kompas.com/read/2020/03/27/21140951/kekurangan-apd-tenaga-kesehatan-di-daerah-ini-gunakan-kaca-mata-las-jas

Tambunan, L. (2021, Februari 2). “Tidak semua rumah sakit siap” di tengah “peningkatan luar biasa” tingkat hunian perawatan Covid-19. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55889006

Organisasi Kesehatan Dunia. (2020) Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 42. https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-covid-19.pdf

Organisasi Kesehatan Dunia. (2020). WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing on COVID-19—11 March 2020. https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19—11-march-2020

Our World in Data. (2021). Coronavirus (COVID-19) Vaccinations—Statistics and Research. Our World in Data. https://ourworldindata.org/covid-vaccinations

Perserikatan Bangsa-Bangsa. (1948). Universal Declaration of Human Rights.

Ulung, A. K. (2021, April 12). Embargo Vaksin Impor dan Upaya Berdikari dengan Vaksin Dalam Negeri. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/12/11093301/embargo-vaksin-impor-dan-upaya-berdikari-dengan-vaksin-dalam-negeri

 

 

More Articles